Maha Sayang Allah lagi Maha Bijkasana yang ttelah memberikan kitab al Quran dan mengutus Rosululloh untuk kita. sehingga kita dapat menjalani hidup dengan baik di buminya Allah dengan adil dan bijaksana. termasuk bentuk kebijaksanaannya Allah yaitu ditetapkannya aturan atau ukum mengenai tentang poligami. Dalam istilah kitab-kitab fiqih poligami disebut dengan ta’addud al-zaujat yang berarti banyak isteri, sedangkan secara istilah diartikan sebagai kebolehan mengawini perempuan dua, tiga, atau empat, kalau bisa berlaku adil. Jumhur ulama membatasi poligami hanya empat wanita saja. Penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut:

Kajian ayat dan hadist, Tafsir Qs. An Nisa: 03

Wa in khiftum allaa tuqsithuu fii al-yataamaa fankichuu maa thooba lakum mina -nnisaa`i matsna watsulaatsa warubaa’a {dan jika kalian takut tidak akan mampu kalian adil pada anak-anak yatim maka nikahilah oleh kalian apa yang baik bagi kalian dari perempuan dua atau tiga dan empat}: poligami yaitu pernikahan antara seorang laki-laki dengan lebih dari satu perempuan dalam waktu yang bersamaan. Ayat ini mengandung hukum bahwa jika khawatir akan berperilaku zalim terhadap anak-anak yatim perempuan saat menikahinya, maka lebih baik menikahi  wanita-wanita selain mereka yang baik.

Sesuai dengan ayat ini juga bahwa poligami dalam Islam dibatasi dengan hanya sampai 4 (empat) orang istri (dalam waktu yang sama) dan dengan syarat mampu berbuat adil.

Dan juga sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Ghailan bin Salamah tatkala masuk Islam sedangkan ia memiliki sepuluh orang isteri: “Peganglah empat isteri dan ceraikanlah selainnya.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi) Dari Qais bin al-Harits Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Aku masuk Islam sedangkan aku masih memiliki delapan isteri, kemudian aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengabarkan hal tersebut, maka beliau bersabda, ‘Pilihlah empat di antara mereka.’” (HR. Tirmidzi)

Adapun batasan lain dalam poligami yaitu, sebagaimana hadist Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Seorang wanita tidak boleh dimadu dengan bibinya, baik dari jalur ibu atau ayah.” (HR. Bukhari). Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak boleh seorang wanita dinikahi sebagai madu bibinya (saudari ayah), dan seorang bibi dinikahi sebagai madu anak wanita saudara laki-lakinya. Dan tidak boleh seorang wanita dinikahi sebagai madu bibinya (saudari ibu) dan seorang bibi sebagai madu bagi anak wanita saudara wanitanya. Dan tidak boleh seorang kakak wanita dinikahi sebagai madu adik wanitanya, dan adik wanita dinikahi sebagai madu kakak wanitanya.” (HR. Abu Dawud)

Fain khiftum allaa ta’diluu fawaachidatan aw maa malakat aimaanukum {maka jika kalian takut tidak akan mampu kalian berlaku hadir maka satu saja atau hamba sahaya perempuan yang kalian miliki}: Jika seorang laki-laki takut tidak adil maka menikahi satu saja. Sebagaimana Allah juga memperingatkan “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian”. (QS. An-nisa 129) sehubungan dengan tafsir ayat ini: “Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (QS. An-Nisa: 3) Yakni tidak berbuat zalim.

Dan jika masih takut tidak dapat memberi nafkah atau berbuat adil maka lebih baik lagi adalah menikahi budaknya saja.

Dzaalika adnaa allaa ta’uuluu {demikian itu lebih dekat agar tidak kalian berbuat aniaya}: Ayat ini menegaskan bahwa suami wajib hati-hati untuk tidak berbuat aniaya dan selalu ingat untuk banyak mendekat pada Allah. Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau meriwayatkan dari Allah ‘azza wa Jalla, sesungguhnya Allah telah berfirman: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikan kezaliman itu haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi. Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat kecuali orang yang telah Kami beri petunjuk, maka hendaklah kalian minta petunjuk kepada-Ku, pasti Aku memberinya”. (HR. Muslim)

Tafsir Qs. An Nisa 129

Walan tastathii’uu an-ta’diluu bayna -nnisaa`i walau charoshtum {dan tidak bakal kalian mendapatkan bahwa kalian berbuat adil di antara istri-istri walaupun kalian ingin sekali (berbuat adil)}: suami wajib berusaha adil dan mohon bimbingan pada Allah yang Maha Adil. Sesuai firman Allah, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl: 90).

Ayat yang menyatakan suami tidak bisa adil walaupun sangat ingin mengandung arti bahwa haram para suami mengaku bisa berbuat adil, bukan melarang poligami. Dikiyaskan dengan Larangan mengaku bisa berbuat adil, yaitu larangan mengaku bisa sholat khusyu’, puasa, mengaku bisa sabar, ikhlas, Islam, iman, mengamalkan Al-Qur’an, dan sebagainya melainkan dengan mengatakan sebagaimana perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memberi jatah dan berbuat adil, lalu beliau berucap: “Ya Allah, inilah pembagianku pada apa yang aku miliki. Maka janganlah Engkau mencelaku pada apa yang Engkau miliki, sedangkan aku tidak memiliki.” (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i)

Falaa tamiiluu kula -lmayli fatadzaruuhaa kalmu’allaqoh {(oleh karena itu) maka janganla kalian condong tiap kecondongan maka kalian membiarkannya (istri yang lain) seperti tergantung}: suami haram condong pada salah satu atau haram tidak usaha menghindari condong pada salah satu, sebab Dari Abu Hurairah RA Rasulullah SAW, bersabda, “Siapa saja yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia datang dalam keadaan tubuhnya miring”. (HR. Ahmad dan Imam Empat).

Contoh berbuat adil yaitu, sebagaimana diceritakan oleh sayyidati Aisyah berkata, “Rasulullah SAW tidak mendahulukan sebagaian kami di atas sebagian yang lain dalam hal jatah menginap diantara kami (istri-istri beliau), dan beliau selalu memilih kami seluruhnya (satu persatu) namun sangat jarang sekali beliau tidak melakukan demikian. Maka beliau pun mengisi (mencium dan mencumbui) setiap wanita tanpa menjimaknya hingga sampai pada wanita yang merupakan jatah menginapnya, lalu beliau menginap ditempat wanita tersebut”. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Wa`in tushlichuu wa tattaquu {dan jika kalian berbuat baik dan kalian bertaqwa}: Pada dasarnya wajib melepaskan sebagian hak (berdamai). Saling ridho antara suami istri dan sesama istri, sebagaimana dikisahkan oleh Bunda Aisyah RA: “Sesungguhnya Rasulullah SAW berkeliling menggilir isterinya pada saat beliau sedang sakit, sampai pada akhirnya kami semua merelakan beliau (untuk tinggal di salah satunya)”. (HR. Bukhari dan Muslim) Contoh lain yaitu: istri wajib taat pada suami, Tugas suami seharusnya, masak, mencuci, dan sebagainya, karena istri melepas sebagian hak, maka istri yang masak, mencuci, dsb.

Fa inna Allaaha kaana ghofuuron rochiiman {maka sungguh Allah itu sangat pengampun sangat penyayang}: Wajib yakin bahwa Allah Maha pengampun dan sangat penyayang. Termasuk hukum poligami ini merupakan bentuk Kasih Sayangnya Allah yang mana hikmahnya antara lain, sebagai karunia dari Allah, Risalah pembangunan manusia Islam berkualitas, Pengayoman, Solusi bagi berbagai permasalahan, Meniadakan perzinaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *