Pencatatan nikah mempunyai maksud untuk ketertiban pernikahan, namun tidak hanya itu melainkan supaya mendapatkan ketetapan dan perlindungan hukum, baik dari agama maupun negara. Pencatatan nikah menolak adanya nikah di bawah tangan, dikaitkan dengan maslahah mursalah yang menolak segala sesuatu yang merusak walaupun tidak ditetapkan oleh syara’ suatu hukum untuk mewujudkannya dan tidak terdapat suatu dalil syara’ yang memerintahkan untuk memperhatikannya atau mengabaikannya.

Berkaitan dengan pencatatan nikah, hukum Islam tidak secara konkret
mengaturnya. Pada masa Rasulullah SAW maupun Sahabat belum dikenal
adanya pencatatan nikah. Pernikahan dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Agar diketahui masyarakat, pernikahan diumumkan melalui media walimatul ‘ursy. Hal ini menjadikan timbulnya kekeliruan adat mengenai waimatul arsy dan pencetatan nikah. Allah berfirman dalam QS. An Nisa : 21, 24 sebagai berikut

Wakaifa ta`khuduunahuu waqod afdloo ba’dlukum ilaa ba’dlin {dan bagaimana kalian mengambilnya dan sungguh telah bergaul sebagian kalian kepada sebagian yang lain}: ayat ini merupakan teguran dari bentuk suatu pengingkaran setelah pengingkaran sebelumnya. Contohnya adalah adat menghadiri walimahan setalah akad. Sedangkan yang Wajib di hadari adalah akad nikah. Sebab, Istilah walimah adalah melaksanakan ijab qobul akad nikah yang tujuannya adalah dalam rangka mengumumkan pada khalayak bahwa akad nikah sudah terjadi sehingga semua pihak mengetahuinya dan tidak ada tuduhan dikemudian hari. Sebagaimana Qutaibah menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid dari Tsabit menceritakan dari Anas: “sesungguhnya Rasulullah SAW telah melihat pada Abdur Rahman bin Auf bekas kekuning-kuningan, lalu beliau bertanya: Apa ini ? berkata Abdur Rahman bin Auf: sesungguhnya saya telah kawin degan seorang wanita dengan mas kawin seberat biji kurma dari emas, lalu rasulullah bersabda: Semoga Allah memberkatimu, adakanlah waliamah al urs meskipun hanya seekor kambing.” (H.R Tirmidzi).

Haram mengundang bukan akad nikah, sehingga tidak terjadinya kekeliruan adat seperti di Jawa pada waktu akad dihadiri oleh sedikit orang tetapi baru diundang setelahnya. Buatlah walimah meskipun hanya satu kambing. Sebagaimana Nabi a bersabda kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf y, ketika ia menikah; “Selenggarakanlah walimah, walaupun (hanya) dengan seekor kambing” (HR. Bukhori dan Muslim). Namun, Tidak disyaratkan walimatul ‘urs harus menyembelih kambing, akan tetapi menyesuaikan kemampuan suami. Diriwayatkan dari Shafiyyah binti Syaibah i, ia berkata; “Nabi mengadakan walimah terhadap sebagian isterinya dengan dua mud sya’ir.” (HR. Bukhori). Beliau sendiri juga pernah mengadakan walimah. Yaitu, ketika menikahkan Ali bin Abi Thalib dengan putri beliau. Rasulullah bersabda, “Wahai Ali, harus diadakan walimatul ‘urs.” (HR. Ahmad)

Walimah tidak harus mewah yang penting kerabat dan tetangga mengetahui acara tersebut, kesederhanaan dalam walimah pernah dicontohkan oleh Rasulullah. Saat menikahi Shafiyah bintu Huyai, beliau mengadakan jamuan walimah dengan mengundang kaum muslimin dalam acara tersebut. Diceritakan oleh Anas, dalam walimah tersebut tidak ada jamuan roti maupun daging, yang ada hanyalah kurma, keju dan minyak samin. Itupun dengan beralaskan tikar dari kulit yang digelar di atas tanah. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sunnah dalam acara walimah, 1). Akad di dalam masjid, 2). Dimeriahkan dengan musik-musik, sebagaimana hadist dari Aisyah berkata: Rasulullah SAW bersabda: umumkanlah pernikahan ini! Rayakanlah didalam masjid. Dan pukulah alat music rebana untuk memeriahkan (acara)nya.” (H.R. AtTirmidzi). Dengan ketentuan sesuai syariat sebagaimana hadits dari Muhammad bin Hathib, bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Pembeda antara perkara halal dengan yang haram pada pesta pernikahan adalah rebana dan nyanyian (yang dimainkan oleh anak-anak kecil)” (HR. An Nasa`I dan Tirmidzi). Berdoa untuk pengantin, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah, “Ya Allah, berkahilah dalam pernikahan keduanya dan berkahilah keduanya dalam malam pengantin keduanya.” (HR. Ahmad). Bisa pula, “Semoga Allah memberkahimu dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi). 4). Berdoa setelah menyantap makanan, sebagaimana Setelah Rosululloh SAW menyantap jamuan yang dihidangkan Abdullah bin Busr, Rasulullah berdoa, “Ya Allah, ampuni mereka, rahmatilah mereka, dan berkahilah mereka pada apa yang Engkau rezekikan kepada mereka.” (HR. Muslim).

Adapun mengenai siapa yang di undang, Nabi bersabda “Jangan berteman kecuali dengan seorang mukmin. Jangan makan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi) Hukumnya haram apabila orang-orang kaya saja yang diundang dalam walimah, dan meninggalkan orang-orang miskin. Rasulullah bersabda, “Hidangan paling buruk adalah hidangan walimah yang di dalamnya hanya diundang orang-orang kaya dan orang-orang miskin terhalangi menikmatinya (tidak diundang).” (HR. Muslim). Nabi Saw juga bersabda, “Apabila seseorang dari kalian diundang makan, maka penuhilah undangan itu. Apabila ia tidak berpuasa, maka makanlah (hidangannya), tetapi jika ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia mendo’akan (orang yang mengundangnya)” (HR. Imam Muslim dan Imam Ahmad).

Wa akhodznaa minkum miitsaaqon gholiizhon {dan mereka mengambil dari kalian janji yang sangat teguh}: Ayat ini menerangkan tentang akad nikah yaitu perjanjian tentang hak dan kewajiban untuk nikah. Haram duduk berjajar atau duduk berdekatan antara mempelai laki-laki dengan perempuan sebelum selesai di akadkan. Hal ini, sering terjadi dan merupakan salah satu kekeliruan adat yang wajib diluruskan.

Haram meninggakan akad nikah meskipun wali sudah diwakilkan. Diwakilkan karena untuk memulyakan sebab yang penting dalam akad: 1). Ta’ayin Az Zaujain, yakni menyebutkan secara pasti mempelai wanita yang hendak dinikahkan. 2). Harus Ada Keridhaan dari Kedua Mempelai. 3). Adanya Wali. 4). Adanya Saksi. 5). Tidak Adanya Hal-Hal Yang Dapat Menghalangi Sahnya Acara Akad Nikah Tersebut. 6). Mahar yang telah ditetapkan sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan juga pada tafsir ayat QS. An Nisa: 24.    

QS. Al Maidah : 103

Maa ja’ala allaahu min bachiirotin walaa saa`ibatin walaa washiilatin walaa chaamin {tidaklah menjadikan oleh Allah dari bahiroh dan tidak sa`ibah dan tidak wasilah dan tidak ham}: Membuat atau mengikuti adat yang tidak sesuai dengan hukum Allah adalah musuh Allah. maka sungguh harom berbuat hal seperti itu.

Bahiroh adalah unta yang telah beranak 5x, jika anak yang ke-5 jantan, maka di potong telinganya dan tidak boleh ditunggangi dan diambil susunya. Sedangkan Saibah adalah unta yang telah berumur lebih dari 5 tahun maka, wajib di liarkan dan tidak boleh diganggu. Washilah adalah seekor domba betina melahirkan kembar jantan dan betina, maka jantan tidak boleh disembelih hanya dipersembahkan untuk berhala. 

Dikiyaskan dengan bahiroh, saibah dan washilah yaitu ngalor ngulon (arah rumah kedua mempelai yang tidak boleh menggunakan jalur ke utara lalu menyimpang ke barat), weton (dihitung sesuai tanggal lahir), jilu (pantangan pernikahan jilu atau siji lan telu atau pernikahan anak pertama dengan anak ketiga juga dinilai nggak baik), siji jejer telu (pantangan pernikahan dari tiga orang yang juga anak pertama), pre wedding (kegiatan-kegiatan seperti foto-foto, jalan-jalan dllsebelum pernikahan). Yang mana semua ini adalah kekeliruan adat yang bukan merupakan syariat Islam. Maka semua itu haram dipakai.

Wa laakinna alladziina yaftaruuna ‘alaa Alloohi -lkadziba wa aktsaruhum laa ya’qiluun {akan tetapi orang-orang yang mereka kafir mereka mengada-ada atas Allah kebohongan. Dan kebanyakan mereka, tidak mereka berakal}: haram mengada-ada atau membuat hukum dan alasan alasan yang tidak sesuai dengan hukum, janji dan atauran Allah SWT. Seperti mitos-mitos di atas atau ajaran-ajaran lain, tapi kita sampaikan kebenaran dari Allah bagaimana.

Wajib merevolusi adat dan pemahaman yang keliru dengan taktik politik. Sebagaimana hadist Nabi, Diriwayatkan dari Mu`adz bin Jabal RA bahwa pada saat Rasulullah Jmengutusnya ke negeri Yaman, beliau bertanya, “Bagaimana cara kamu memutuskan suatu persoalan jika disodorkan kepadamu sebuah masalah?” Dia menjawab, “Saya memutuskan dengan Kitab Allah.” Nabi SAW bertanya, “Jika kamu tidak menemukan di dalam Kitabullah?” Mu’adz menjawab, “Maka dengan sunnah Rasulullah SAW.” Nabi SAW bertanya, “Jika kamu tidak menemukan di dalam sunnah ?” Dia menjawab, “Saya melakukan ijtihad dan tidak bertindak sewenang-wenang”. Lalu Mu’adz berkata, “Maka Rasulullah SAW menepuk dadanya dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan Rasulullah dengan apa yang telah diridhai Rasulullah.” (HR. Bukhari).

Dikiyaskan dengan haram mengadakan kebohongan-kebohongan atas Allah yaitu membuat alasan-alasan meyangkut ketentuan dan kehendak Allah dengan tujuan untuk menunda kebaikan. Contohnya haram menunda pernikahan karena adanya kerabat atau orang tau yang meninggal di tahun atau bulan yang sama dan sebagainya. Sebab Ketergesa-gesaan biasa dikatakan dari setan kecuali dalam lima perkara: (1) menyajikan makanan ketika ada tamu (2) mengurus mayit ketika ia mati (3) menikahkan seorang gadis jika sudah bertemu jodohnya (4) melunasi utang ketika sudah jatuh tempo (5) segera bertaubat jika berbuat dosa. Sebagaimana hadist, Rasulullah shallallahu ‘alaihu wasallam bersabda: “Wahai Ali, ada tiga perkara yang tidak boleh engkau tunda, yakni shalat jika telah tiba waktunya, jenazah apabila telah hadir, dan wanita apabila telah ada calon suami yang sekufu.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad; hasan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *