Maha Bijaksana Allah yang menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi perempuan. dan pmeimpin yang baik adalah pemimpin yang bijaksana, tidak terlalu lembut dan juga tidak keras tetapi harus tegas. sebagaiaman disinggung Alah dalam QS. Al Ahzab: 28 berikut;
Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, “Jika kamu menginginkan kehidupan di dunia dan perhiasannya, maka kemarilah agar kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.”
Yaa ayyuha nnabiyyu qul liazwaajika in kuntunna turidna lchayaata ddunyaa waziinatahaa Fata`aalayna ummati’kunna {wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu jika kalian adalah menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya maka marilah aku berikana mut`ah pada kalian}: Sebagai laki-laki wajib tegas kepada istri mengenai urusan Allah dan akhirat, yaitu dengan belajar agama Allah agar bisa membina para wanita. Contoh, di suruh pilih menutup aurat atau cerai, pilih hidup sederhana tapi bersama atau pilih bercerai untuk hidup mewah dan lain-lain.
Batas suami boleh menceraikan istri adalah jika istri yang cinta dunia. Contoh, istri yang menuntut diluar batas kemampuan suami. Sahabat Abdur Rahman Bin Auf Ra, menerangkan bahwa Nabi Saw bersabda, “wanita mana saja yang durhaka dihadapan suaminya melainkan ia berdiri dari kuburnya mukanya menjadi hitam dan wanita yang keluar dari rumahnya tanpa seizin suaminya maka ia dilaknat para malaikat sampai dia kembali”.
Dari lafadz Fata`aalayna ummatikunna {maka marilah aku berikana mut`ah pada kalian}: wajib memberikan mut`ah (pemberian sedekahnya) kepada istri yang dicerai. Mut`ah adalah pemberian sekedarnya dari suami kepada istri, sebagai kenang-kenangan atau penghibur, sesuai dengan firman Allah dalam Qs. Al Baqoroh: 236, “Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isteri kamu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan”. Mut`ah bagi istri yang belum pernah dikumpuli.
Wa usarrichkunna saroochan jamiilaa {dan aku ceraikan kalian (dengan) penceraian yang baik}: Suami boleh meneraikan istri, tetapi dengan cara pelepasan yang baik dan perintah ini juga wajib sesuai dengan QS. Al Baqoroh: 231, “Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf (pula)”.