Sungguh Maha Adil Allah atas segala ketentuannya dan dengan segala Kebijaksanaan Hukum-hukumNya, misalnya dalam hal perwalian nikah bagi wanita gadis dengan wanita janda, yang mana ketentuan bagi keduanya sangatlah berbeda. sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al Baqoroh sebagai berikut:
Wa idzaa thollaqtumu nnisaa`a fabalaghna ajalahunna {dan apabila telah mentalaq (oleh) kalian (pada) istri-istri kalian lalu mereka telah sampai pada masa (iddah) mereka}: Talak kalau sudah habis iddahnya maka menjadi sempurna talak itu. Allah telah menetapkan masa iddah bagi perempuan yang ditalak yaitu tiga kali masa suci. Hal ini sebagaimana firman Allah, “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’” (QS. al Baqarah:228) yang akan dijelaskan di bab selanjutnya.
Fa laa ta’dhuluuhunna {maka janganlah kalian menghalangi (pada) mereka}: Haram menghalangi atau menghambat pernikahan janda. Ayat ini bermakna seorang ayah tidak boleh menikahkan putrinya yang janda dan baligh tanpa seizinnya. Dari Abu Hurairoh, bahwa Rosululloh SAW bersabda, “wantia janda tidak dinikahkan higga dimintai keputusannya, sedangkan wanita gadis tidak dinikahkan hingga dimintai izinnya”. Para sahabat bertanya, “Wahai rosululloh, bagaimana izinnya?” Beliau menjawab, “diamnya”. (HR. Bukhori & Muslim). Bila anaknya yang janda itu masih kecil, dia tidak boleh dinikahkan sebelum baligh, sebab izin yang diberikan wanita yang masih kecil itu tidak dianggap. Jadi, ayah dilarang menikahkannya sampai putrinya itu baligh.
An-yankichna azwaajahunna {untuk mereka menikah (dengan calon) suami-suami mereka}: Janda menikah tanpa wali. Sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan ad-Daruquthni, “wanita janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya; sedangkan perawan dinikahkan oleh ayahnya….,” (HR. at Tirmidzi). Dalil tidak adanya perwalian ijbar untuk ayah atas janda adalah hadist ad-Daruqquthni di atas, selain juga hadist, “janganlah kalian menikahkan para janda sebelum kalian meminta saran kepada mereka.” (HR. Tirmidzi)
Idzaa taroodlou bainahum bi al-ma’ruufi {apabila mereka saling ridho diantara mereka dengan cara yang baik}: Janda menikah berdasarkan saling ridho, beda dengan perawan, jika perawan orang tua bisa memaksa untuk menikah. Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqih imam syafi`i bahwa Janda yang baligh hanya dapat dinikahkan bila sudah menyatakan persetujuannya dengan jelas. Sedangkan perawan baligh dan berakal, menurut pendapat yang ashah, diamnya saja sudah menunjukkan persetujuan, meski dibumbui tangisan. Hal ini sejalan dengan hadist Muslim, “janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Sedangkan perawan adalah dipinangkan, dan persetujuannya adalah diamnya.” Namun jika perawan itu menangis sambil menjerit atau memukul pipi, ini tidak bisa dianggap sebagai persetujuan, sebab sikap ini menunjukkan ketidakmauan.
Tafsir Ahkam Qur`any 6C (Nikah)
Bimbingan 085731391848