Iddah adalah masa menunggu yang ditentukan oleh Allah kepada para istri untuk menjaga diri dan kehormatannya. Sungguh hal ini merupakan bukti bahwa Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana. Adapun mengenai Iddah bagi wanita yang tidak haid ditentukan oleh Allah sebagai berikut:
Wallaa`ii yaiisna minal machiidli min nisaa`ikum ini-rtabtum fa’i-ttuhunna tsalaatsatu asyhurin wallaa`I lam yachidln {dan wanita-wanita yang putus dari haid dari istri-istri kalian jika kalian ragu-ragu maka iddah mereka tiga bulan}: sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, massa iddah yaitu massa menunggu, bagi wanita yang berpisah dari suaminya dengan sebab talak, khulu’ (gugat cerai), faskh (penggagalan akad pernikahan) atau ditinggal mati, dengan syarat sang suami telah melakukan hubungan suami istri dengannya atau telah diberikan kesempatan dan kemampuan yang cukup untuk melakukannya.
Dalam ayat ini, Jika wanita yang sudah putus masa haidhnya atau menopose, maka masa ‘iddahnya adalah tiga bulan. Satu bulan dalam sistem penanggalan Islam terdiri antara 29 dan 30 hari, sesuai dengan rata-rata siklus fase sinodis Bulan 29,53 hari.
Wallaa`ii lam yahidhna {dan wanita-wania yang tidak haid}: ketentuan iddah inni juga berlaku bagi wanita yang tidak haid. Dikiyaskan dengan ini wanita tidak harus baligh untuk menikah, sedangkan laki-laki harus baligh. Diceritakan oleh Ubaid bin Ismail, diceritakan oleh Abu Usamah dari Hisyam dari Ayahnya berkata, “Khadijah Radhiyallahu ‘Anh telah meninggal dunia tiga tahun sebelum Rasulullah Shallallahu’ Alaihi wa Sallam berhijrah ke Madinah. Kemudian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiam diri dua tahun atau seperti masa itu. Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikah dengan Aisyah Radhiyallahu’ Anh pada usia 6 tahun. Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menggaulinya pada saat Aisyah berusia 9 tahun” (HR. Bukhari)
Wa ulaatu l`achmaali ajaluhunna an yadlo’na chamlahunn {sedangkan wanita yang mempunyai kandungan bahwa (iddahnya) melahirkan kandungan mereka}: Jika wanita hamil, maka masa ‘iddahnya sampai dia melahirkan. Keumuman ayat ini di kuatkan dengan hadits al-Miswar bin Makhramah Radhiyallahu anhu yang berbunyi, Subai’ah al-Aslamiyah Radhiyallahu anhuma melahirkan dan bernifas setelah kematian suaminya. Lalu ia, mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta idzin kepada beliau untuk menikah (lagi). Kemudian beliau mengizinkannya, lalu ia segera menikah (lagi). (QS. al-Bukhâri dan Muslim)
Wa man yattaqi–llaaha yaj’al lahuu min amrihii yusroo {dan siapa yang dia bertakwa (pada) Allah dia akan menjadikan baginya dari urusannya (suatu) kemudahan}: wajib berusaha taqwa pada Allah. Karakter orang yang khosyoh atau taqwa kepada Allah yaitu Baik budi pekertinya, Belas kasih kepada semua makhluk, Meninggalkan semua perkara selain Allah, Taqorrub, mendekatkan diri kepada Allah, Berfikir tentang keagungan Allah, Ridho dengan pembagian dari Allah. Contoh taqwa pada Allah bersegera untuk bersuci setelah haid dan segera memutuskan perkara segala yang menyangkut dengan haidnya, sebab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tiga orang yang tidak didekati oleh malaikat: bangkai orang kafir, orang yang berlumuran minyak wangi khaluq dan orang junub kecuali jika ia berwudhu” (HR. Abu Dawud; shahih)Wajib yakin bahwa Allah Kuasa memudahkan segala urusan kita, utamanya bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah.